Beranda | Artikel
Bagaimana Setelah Haji?
Sabtu, 16 Juli 2022

BAGAIMANA SETELAH HAJI?

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menunjukkan jalan yang lurus kepada hamba-hamba-Nya, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pemilik telaga dan kedudukan yang agung,  demikian pula keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka kepada jalan yang lurus, wa ba’du:

Wahai saudaraku yang telah melaksanakan haji:
Apabila para jama’ah haji telah berniat untuk pulang kembali menuju tanah airnya, mereka akan teringat bapak, ibu, istri, anak, dan saudara, sehingga ia membawakan hadiah untuk mereka. Barang siapa yang memiliki harta berlimpah, ia akan membawa berbagai macam barang untuk diperdagangkan, orang yang berhaji diperbolehkan untuk melakukan hal tersebut berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

” لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِن كُنتُم مِّن قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّآلِّينَ “

Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Rabbmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berzikirlah kepada Allah di Masy’aril haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang -orang yang sesat” [Al-Baqarah/2: 198]

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: Ayat ini merupakan dalil bolehnya melakukan bisnis bagi orang yang melaksanakan ibadah haji saat berhaji sambil melakukan ibadah, dan sesungguhnya hal itu bukan merupakan perbuatan syirik dan tidak pula keluar dari tuntutan keikhlasan yang dibebankan kepadanya. Ad-Daraquthni rahimahullah meriwayatkan dalam sunannya dari Abu Umamah at-Taimi rahimahullah: Aku berkata kepada Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma: Sesungguhnya aku seorang laki-laki yang bekerja di jalur ini (berbisnis), dan orang-orang berkata : Sesungguhnya tidak ada haji untukmu. maka Ibnu Umar Radhiyallahu anhu berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bertanya kepada beliau seperti apa yang engkau tanyakan, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terdiam sampai diturunkannya ayat:

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ

Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Rabbmu

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya ada pahala haji untukmu

Saudaraku yang menunaikan haji: sesungguhnya mengambil dari dunia sekadar batas kebutuhan tidak akan mempengaruhi keikhlasan, akan tetapi bagaimana perasaanmu saat meninggalkan tempat-tempat suci tersebut? Apakah engkau mengetahui wahai saudaraku, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada semua orang agar tidak meninggalkan kota Makkah sebelum melaksanakan thawaf wada’ (thawaf perpisahan)? Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhu, ia berkata: Orang-orang berpaling (meninggalkan kota Makkah) dari segenap penjuru, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 لاَيَنْفِرَنَّ أَحَدٌ حَتَّى يَكُوْنَ آخِرَ عَهْدِهِ بِاْلبَيْتِ

Janganlah seseorang pergi (meninggalkan Makkah) sehingga mengakhiri ibadahnya di Baitullah (thawaf wada’)” HR. Muslim

Saudaraku yang menunaikan haji: Seperti inilah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah para sahabatnya saat akan meninggalkan Baitullah yang mulia, yaitu agar mereka melakukan thawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Makkah, saat itu hati dan pandangan mata mereka telah dipenuhi keagungan Baitullah tersebut–semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menambah kemuliaannya-.

Dan anda wahai saudaraku: Apakah yang anda rasakan saat bersiap-siap untuk meninggalkan tempat yang suci tersebut?

Saudaraku : Tidak diragukan lagi bahwa meninggalkan tempat yang suci tersebut terasa sangat berat di hati, terutama jiwa yang ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala saat menunaikan ibadah haji.

Kemudian wahai saudaraku yang menunaikan haji : Ingatlah, pada saat anda meninggalkan Baitullah yang agung, sesungguhnya anda tadinya berada dalam hari-hari beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan musim-musim pendekatan diri kepada-Nya, dan betapa membahagiakannya saat-saat tersebut, akan tetapi wahai saudaraku : Apakah keta’atan akan menjadi terhenti saat anda pulang menuju tanah airmu? Dan anda teringat akan dirimu pada saat sedang berada dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, disisi rumah-Nya yang agung, juga hari Arafah dan kehebatannya, serta hari-hari Mina dan keagungannya.

Saudaraku : Bagaimana mungkin anda dapat menggantikan kondisimu dengan yang lain? Oleh karena itu konsistenlah dalam keta’atan, bukalah lembaran baru dalam kehidupanmu, agar bisa mendapatkan ciri-ciri haji yang mabrur. Al-Hasan al-Bashari rahimahullah berkata: Haji mabrur adalah : orang yang melaksanakan ibadah haji pulang dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan senang terhadap akhirat.

Sebagian ulama berkata: Di antara tanda haji mabrur adalah bahwa hal itu nampak diakhirnya, jika ia pulang menjadi lebih baik dari sebelumnya, diketahuilah bahwa ia mendapatkan haji mabrur.

Kemudian ada hal lain wahai saudaraku yang telah berhaji: Pada saat anda meninggalkan Baitullah, memohonlah kepada Allah agar ini tidak menjadi saat yang terakhir bagimu di Baitullah, karena sesungguhnya menyambung keta’atan termasuk dari sebab-sebab ketetapan (iman dan ibadah), sebagaimana juga bahwa menyambung kemaksiatan termasuk dari sebab-sebab kesesatan dan penyimpangan.

Saudaraku : Istiqamah anda dalam keta’atan merupakan kunci keberuntungan untuk hari persidangan besar, inilah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya : Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah? Beliau menjawab : أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّYang terus menerus, sekalipun hanya sedikit” HR. Muslim

Saudaraku yang telah menunaikan haji: Sesungguhnya diantara tanda keshalihan adalah terus menerus (istiqamah) diatas keta’atan, sekalipun hanya sedikit. Saudaraku, inilah permata tak ternilai yang aku persembahkan, yaitu: hendaklah anda memperbanyak amal shaleh, beriltizam dan menekuninya, janganlah menganggap remeh hal tersebut, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan husnul khatimah untukmu, dan memelihara keberkahan hajimu.

Saudaraku : Janganlah anda menjadi seperti orang-orang yang tidak pernah mengingat keta’atan kecuali hanya pada musim-musim tertentu, dan apabila musim itu telah berlalu, mereka kembali kepada kondisi sebelumnya. ‘Alqamah Radhiyallahu anhu bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: Wahai Ummul Mukminin, bagaimana amalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menentukan hari tertentu (untuk beribadah)? Ia menjawab:

لَا كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً وَأَيُّكُمْ يَسْتَطِيعُ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-؟! ” [رواه البخاري]

Tidak, ibadahnya terus menerus, siapakah diantaramu yang mampu seperti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? HR. al-Bukhari

Muhammad bin al-Qasim meriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha : Bahwasanya apabila dia (Aisyah) mengamalkan sesuatu, ia menekuninya.

Saudaraku yang telah melaksanakan haji: Anda harus sabar dalam keta’atan ketika meneruskan perjalanan hidupmu yang baru, dan bersabarlah pula dalam meninggalkan maksiat, karena sesungguhnya bersabar dalam melaksanakan ibadah dan meninggalkan maksiat merupakan tingkatan sabar yang tertinggi, Maimun bin Mihran rahimahullah berkata: [Sabar terbagi dua: sabar atas musibah merupakan suatu kebaikan, dan yang lebih utama dari hal itu adalah sabar dalam meninggalkan maksiat].

Dan janganlah anda wahai saudaraku yang melaksanakan haji, termasuk dari orang-orang yang dikatakan oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah: Orang-orang yang tercela adalah mereka yang paling sabar dalam menuruti keinginan hawa nafsu dan syahwat mereka, dan paling tidak sabar dalam ibadah kepada Rabb mereka, ia memiliki kesabaran yang luar biasa dalam menuruti keinginan syetan, dan tidak sabar untuk berkorban dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam perkara yang paling ringan, ia sangat sabar dalam memikul beban yang berat untuk mengikuti hawa nafsunya agar mendapatkan ridha musuhnya dan ia tidak sanggup menahan sabar untuk mendapatkan ridha Rabb-nya.

Ia adalah orang yang paling sabar untuk berkorban dalam menuruti kemauan syetan dan hawa nafsunya, dan paling tidak sabar dalam hal itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ini adalah celaan yang paling besar, ia tidak akan mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak berdiri bersama orang-orang mulia saat dipanggil di hari kiamat, yang disaksikan seluruh umat manusia, agar semua yang berkumpul mengetahui, siapakah yang paling mulia pada hari ini dan dimana orang-orang yang bertaqwa.

Saudaraku yang telah  melaksanakan haji: Sesungguhnya kesudahan bagi orang-orang yang bersabar adalah surga:

” وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَآءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلاَنِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُوْلَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ {22} جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَن صَلَحَ مِنْ ءَابَآئِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالْمَلاَئِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ {23} سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ “

Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Rabbnya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rejeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (22) (yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk kedalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (23) (sambil mengucapkan):”Salamun ‘alaikum bima shabartum”.Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu” [Ar-Ra’ad/13: 22-24]

Firman-Nya (Salamun ‘alaikum bima shabartum), Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata: Mereka bersabar terhadap apa-apa yang diperintahkan kepada mereka dan bersabar untuk meninggalkan segala yang mereka dilarang atasnya.

Saudaraku: Secara tabi’at jiwa ini menyukai sifat malas dan senang istirahat, maka janganlah anda menuruti keinginannya, supaya setan tidak mendapatkan jalan kepadamu. Al-Hasan al-Bashari rahimahullah berkata: [Apabila setan memperhatikanmu, lalu ia melihatmu tekun dalam keta’atan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia menghendaki dan menginginkanmu, tatkala ia melihatmu tekun dalam ibadah, maka ia jemu dan menolakmu, sedangkan jika anda terkadang seperti ini dan terkadang seperti itu, niscaya ia sangat berharap padamu].

Saudaraku yang menunaikan haji: Ketika datang dari hajimu, maka sesungguhnya masih dekat masamu dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga apabila anda menyambung perbuatan tersebut maka akan diharapkan adanya kebaikan padamu, oleh karena itu bersegeralah dengan semangatmu tersebut sebelum datangnya rasa malas dan jemu, dan apabila anda cenderung kepada rasa malas, niscaya nafsu ammarah (yang selalu menyuruh berbuat jahat) akan menguasaimu untuk berbuat keburukan dan anda langsung dikuasai setan, sehingga sirnalah hajimu bersama tiupan angin, dari Huraisy bin Qais rahimahullah, ia berkata: Apabila engkau ingin melakukan suatu kebaikan, maka janganlah menundanya sampai besok hari, apabila engkau mengerjakan urusan dunia, maka perlahanlah, dan apabila engkau melaksanakan shalat, lalu setan berkata kepadamu: (sesungguhnya engkau berbuat karena riya), maka panjangkanlah shalatmu tersebut.

Saudaraku yang telah berhaji: Bersegeralah, bersegeralah,  janganlah anda berkata: Akan saya lakukan, akan saya kerjakan, inilah Tsumamah bin Bajad as-Salami rahimahullah berpesan kepada kaumnya: Wahai kaumku, aku memperingatkan kalian (dari ucapan) saya akan mengerjakan, saya akan shalat, saya akan berpuasa.

Saudaraku yang telah berhaji: Berjuanglah terhadap dirimu, dan janganlah anda menjadi lemah, sebagaimana ketika berjuang pada hari-hari anda berada di tempat yang suci tersebut.

” وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ “

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” [Al-Ankabuut/29 : 69]

” فَأَمَّا مَن طَغَى {37} وَءَاثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا {38} فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى {39} وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى {40} فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى “

Adapun orang yang melampaui batas, (37) dan lebih mengutamakan kehidupan dunia (38) maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). (39) Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya (40) maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)” [An-Nazi’aat/79: 37-41]

Saudaraku yang telah berhaji: Hendaklah untuk tidak meninggalkan memperbanyak berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar Dia selalu menetapkan anda dalam keta’atan, perbanyaklah untuk memelas dan menghadap Allah, agar Dia meluruskan langkahmu dan anda senantiasa menjalani jalur agama-Nya yang benar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak do’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menetapkannya di atas agama-Nya, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha ditanya tentang do’a terbanyak yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia menjawab: Kebanyakan doa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam

يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك

Wahai Dzat Yang membolak-balikan hati, tetapkanlah hatiku berada diatas agama-Mu

Tatkala ditanya tentang hal itu? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

” إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِيٌ إِلاًّ قَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمنِ, فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ “

Sesungguhnya tidak ada manusia kecuali hatinya berada di antara dua jari di antara jemari ar-Rahman, barangsiapa yang Dia kehendaki maka Dia akan menetapkannya (diatas kebenaran), dan barangsiapa yang dikehendaki-Nya, maka Dia akan menyesatkannya (dari jalan kebenaran)” [HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah. 2091]

Dan dalam satu riwayat: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 يَا مُثَبِّتَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى دِيْنِكَ

Wahai yang menetapkan semua hati, tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu” [HR. Ibnu Majah: Shahih Sunan Ibnu Majah, karya al-Albani: 166].

Wahai saudaraku yang telah berhaji: Apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu meminta kepada Rabb-nya agar menetapkannya di atas agama-Nya, dan beliau telah melihat dari tanda-tanda Rabb sesuatu yang cukup untuk menetapkan hatinya di dalam agama Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka bagaimanakah dengan kita?!! Inilah anda wahai saudaraku, berada pada zaman yang banyak sekali fitnah dan sebab-sebab penyimpangan, pada era yang mungkin saja tidak dapat menemukan para penolong di atas kebenaran, bahkan apabila mereka melihat anda beristiqamah diatas jalur agama, mereka akan memperolok dan memperdengarkan kepadamu segala yang buruk, akan tetapi orang beriman merasa yakin kalau ia berada dalam janji Rabb-nya sehingga tidak menoleh kepadanya. Oleh karena itu anda wahai saudaraku harus memperbanyak do’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menetapkan dirimu berada diatas agama-Nya, jadikanlah do’amu dengan hati yang ikhlas, kenalilah kenikmatan keta’atan dan berbahagialah dengan kedekatan kepada-Nya, janganlah anda berdo’a seperti do’anya orang yang lalai, yang tidak memahami apa yang dia ucapkan, karena sesungguhnya anda wahai saudaraku yang melaksanakan haji, membutuhkan ketetapan diatas keta’atan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga anda dapat memetik buah hajimu dan merasakan keberkahannya.

Wahai saudaraku yang melaksanakan haji: Ada persoalan penting yang ingin saya sebutkan bersamaan dengan kepulangan anda menuju tanah airmu, yaitu : Janganlah anda memandang terhadap diri sendiri seperti pandangan orang-orang yang tertipu, yaitu orang-orang yang apabila mengerjakan sedikit saja keta’atan, mereka akan menganggap diri mereka seolah-olah manusia paling mulia dimuka bumi, akan tetapi : lihatlah kepada dirimu dengan pandangan kekurangan, karena sesungguhnya sebanyak apapun amal shalih yang anda kerjakan, maka ia tidak bisa digunakan untuk mensyukuri kenikmatan terkecil yang Allah anugerahkan terhadap anda. Apabila anda ingin mengetahui tentang keadaan orang-orang shaleh setelah mereka melaksanakan ibadah, maka renungkanlah bersama saya tentang cerita-cerita mereka, agar anda dapat mengetahui bahwa hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ikhlas selalu mengakui kekurangan. Inilah Abu Bakar Radhiyallahu anhu setelah memangku jabatan khalifah, ia menyampaikan pidatonya yang terkenal setelah pelantikan dirinya: Wahai manusia, aku telah diangkat sebagai pemimpin kalian, sedangkan aku bukanlah yang terbaik diantara kalian…”

Al-Hasan al-Bashari rahimahullah berkata: Bahkan, demi Allah, dia (Abu Bakar Radhiyallahu anhu) adalah yang terbaik diantara mereka, akan tetapi orang beriman selalu mengakui kekurangan atas dirinya sendiri.

Muhammad bin ‘Atha menceritakan kepada kita: Aku sedang duduk bersama Abu Bakar Radhiyallahu anhu, lalu ia melihat seekor burung, kemudian berkata: Alangkah beruntungnya engkau wahai burung, engkau makan dari pohon ini, kemudian engkau mengeluarkannya (buang air), kemudian engkau tidak menjadi sesuatu, tidak ada hisab atasmu, aku ingin menjadi sepertimu. Aku berkata kepadanya: Apakah anda mengatakan hal seperti ini, sedangkan anda adalah orang terdekat dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?!!.

Inilah al-Faruq Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata: Jikalau penyeru berseru dihari kiamat: (Wahai sekalian manusia, masuklah ke dalam surga kecuali satu orang), niscaya aku menduga bahwa satu orang itu adalah aku.

Wahai saudaraku yang melaksanakan haji: Inilah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita bagaimana cara untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Beliau beribadah di malam hari hingga bengkak kedua kakinya, apabila mereka bertanya akan hal tersebut, beliau akan menjawab:

 أَفَلَا أَكُوْنُ عَبْدًا شَكُوْرًا

Apakah aku tidak boleh untuk menjadi hamba yang sangat bersyukur?” HR. Al-Bukhari

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 وَاللهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ الله وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ فِى الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً

Demi Allah, sesungguhnya aku meminta ampun dan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali” HR. al-Bukhari

Bagaimana pendapatmu wahai saudaraku, apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengampuni dosanya yang terdahulu dan yang akan datang, sedangkan beliau beribadah kepada Rabb-nya dengan cara seperti ini, pantaskah bagi seseorang setelahnya untuk mengatakan : Aku telah beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenarnya?!!

Wahai saudaraku: Tekanlah nafsumu dengan sebenarnya niscaya ia menjadi lurus untukmu, dan apabila anda memandang kepadanya dengan pandangan sempurna, niscaya ia akan menjadikanmu lalai sehingga kekurangan dalam menunaikan kewajiban akan memasukimu.

Kemudian wahai saudaraku yang telah berhaji: Aku akan menunjukkan kepadamu obat mujarab untuk mengobati penyakit malas dalam melaksanakan rutinitas keta’atan, apabila anda mengambilnya niscaya ia akan memberikan pengaruh yang mengagumkan. Tahukah anda obat apakah itu? Sesungguhnya ia adalah kematian, ingatlah wahai saudaraku, sesungguhnya anda akan berangkat meninggalkan dunia ini menuju suatu negeri yang akan dibalas padanya orang-orang yang berbuat baik dan yang berbuat jahat, apabila anda menginginkan untuk terus merasakan berkah hajimu, maka ingatkanlah dirimu dengan kematian, karena sesungguhnya ia pada saat itu akan segera untuk melaksanakan amal shalih dan giat dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, inilah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu tentang obat yang mengagumkan ini, beliau memegang bahunya dan bersabda kepadanya:

 كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَاِبرُ سَبِيْلٍ

Jadikanlah dirimu di dunia ini bagaikan orang asing atau yang sedang menyebrang jalan

Lalu Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma berkata:

إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi, dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah engkau menunggu hingga sore, ambilah kesempatan sehatmu untuk saat sakitmu, dan ambilah kesempatan hidupmu untuk saat matimu. HR. al-Bukhari

Iman an-Nawawi rahimahullah berkata: Pengertian hadits tersebut adalah: janganlah engkau cenderung kepada dunia, dan janganlah engkau jadikan dunia sebagai tanah airmu, janganlah engkau berbicara kepada dirimu untuk dapat hidup kekal padanya, dan janganlah engkau bergantung darinya dengan apa-apa yang tidak dilakukan oleh orang asing (pengelana) yang tidak bergantung kepada selain tanah airnya.

Saudaraku : Hasan al-Bashari rahimahullah berkata: Bersegerah, bersegeralah, sesungguhnya itulah napasmu, jika telah dihisab niscaya ia akan terputus darimu amal ibadahmu yang dengannya kamu mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan rahmat-Nya kepada seseorang yang merenungkan dirinya dan menangisi dosanya, kemudian ia membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

 إِنَّمَا نَعُدُّ لَهُمْ عَدًّا

karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti”  [Maryam/19 : 84]

Kemudian ia menangis dan berkata: Saudaraku, hitungan: keluarnya ruhmu, hitungan terakhir: engkau berpisah dengan keluargamu, hitungan terakhir: masuknya engkau ke dalam kuburmu.

Saudaraku yang telah melaksanakan haji: Inilah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: Kematian ini menahan penduduk dunia dari kenikmatan dunia dan perhiasaannya yang mereka nikmati, sehingga tatkala mereka dalam keadaan seperti itu kematian datang menjemputnya, maka celaka dan merugilah orang yang tidak takut mati dan tidak mengingatnya di saat senang sehingga dapat memberikan kebaikan yang akan didapatinya setelah ia meninggalkan dunia dan para penghuninya. Kemudian ia (Umar bin Abdul Aziz) dikalahkan oleh tangisnya dan berdiri.

Saudara-saudaraku, sampai kapankah anda akan menunda amal, merasa tamak dalam mencapai angan-angan, tertipu oleh kesempatan serta melupakan serangan kematian? Ketahuilah bahwa apa saja yang anda lahirkan adalah untuk tanah, apapun yang anda bangun adalah untuk kehancuran, apa saja yang anda kumpulkan adalah untuk kesirnaan, dan apapun yang anda perbuatan akan tetap tersimpan dalam kitab catatan amal hingga hari penghitungan.

Saudaraku yang telah melaksanakan haji: Aku telah memaparkan kepadamu apa yang tersimpan dalam sanubariku, dan aku telah memberikan kepadamu hadiah yang berharga ini, maka renungkanlah ia, kemudian aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menetapkan aku dan juga anda diatas agama-Nya yang benar, serta memberikan kepadaku dan juga anda kebahagiaan di dunia dan akhirat.

[Disalin dari ماذا بعد الحج Penulis  Div. Ilmiyah Dar Al Qasim, Penerjemah : Muh. Lutfi Firdaus. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2009 – 1430]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/59063-bagaimana-setelah-haji.html